Senin, 05 November 2012

Ini Karya Terakhirnya..

Hari itu hujan deras di daerah Baturraden. Rombongan mahasiswa kedokteran muslim Indonesia sedang asyik mengikuti city tour setelah menghadiri seminar nasional di Unsoed. Tidak yang menyangka, ketika mereka sedang asyik menikmati pemandangan kota, tiba-tiba musibah menimpa mereka.

Sejak awal sang supir dan kernet bus PO Raharjo sudah menyadari bahwa rem bus blong, angin rem tidak ada. Bahkan sang kernet sudah meminta para mahasiswa untuk selalu istigfar dan berzikir. Para mahasiswa pun bingung kenapa sang kernet berkata seperti itu tanpa tau yang terjadi. Hingga akhirnya kecelakaan pun tidak dapat terhindari, ditambah lagi dengan kondisi jalanan yang basah karena hujan. Singkat cerita, kecelakaan tersebut menewaskan 6 orang, 2 orang mahasiswa, 1 supir bus, dan 3 penduduk setempat. 

Liputan beritanya bisa dilihat di sini dan di sini

Kecelakaan itu menimbulkan kisah miris. Salah seorang mahasiswi FK Undip yang meninggal adalah Esti Nuha Ilmazakia. Kedua orang tua beliau sedang melaksanakan perintah Allah yang kelima di tanah suci Mekah dan baru pulang tanggal 20. Bahkan, pihak keluarga diberitahu via Twitter setelah beberapa Sahabat Esti dan pihak panitia mencari akun keluarga Esti dari timeline Tiwitter-nya. Kedua orang tuanya pun baru bisa dihubungi sekitar pukul 04.00 WIB keesokan harinya. Orang tuanya tidak kuat menahan tangis dan teriakan setelah dikabarkan calon dokternya telah kembali ke hadapan-Nya.

Tapi bukan itu yang mau gue bahas. Yang mau gue bahas adalah post terakhir dalam blog milik Novilia Lutfiah Khoiriah, mahasiswi FK Undip yang juga menjadi korban meninggal. Post terakhir yang berjudul DOSEN TAK BERNYAWA itu seakan menjadi peringatan bahwa, "Hey! Suatu saat kamu pasti akan merasakan sakaratul maut!"

Berikut adalah isi dari post tersebut. Selamat menghayati dan meresapi..

========================================================================

“Manusia berawal dari setetes air mani yang hina
Berakhir menjadi seonggok daging yang membusuk
Dan saat ini berada diantara keduanya dengan membawa kotoran kemana-mana”
-Salim A. Fillah- “Dalam Dekapan Ukhuwah”

Kematian  merupakan salah satu topik yang sangat dihindari oleh kebanyakan orang, apalagi kita yang masih muda-muda. Sukar dimulai dan mudah untuk dihentikan. Padahal setiap manusia tak akan pernah tahu waktu kedatangannya. Kematian tak akan memandang umur, tua muda akan mati bila waktunya memang telah tiba.
Setiap kali memasuki ruangan praktikum anatomi jantungku selalu berdesir miris. Seonggok tubuh yang terbujur kaku dengan bentuk yang sudah tak beraturan dan tak “manusiawi” menjadi pemandangan yang selalu ditemui setiap minggunya. Melawan  kodrat alam, dipaksa tak membusuk dengan formalin. Tubuh-tubuh yang dulunya selalu dibanggakan, tegap, gagah, langsing dan sebagainya yang menjadi pemicu dosa bila tak digunakan dalam koridor syariat-Nya.
Untuk melawan rasa takut, hal pertama yang aku perhatikan saat menghadapi cadaver adalah wajahnya. Walaupun tetap bergidik merinding melihat otot-otot wajah yang menegang saat sakaratul maut. Tergambar jelas kesakitan yang dirasakan saat  detik-detik malaikat Izrail menjemput. Bahkan manusia termulia, dengan pengambilan ruh yang benar-benar pelan dan lembut  saja merasakan sakit yang benar-benar sakit. Apalagi kita, yang sadar akan siksa neraka namun tetap rutin berbuat dosa.
Ya Allah, mudahkanlah kami dalam menghadapi sakaratul maut, mudahkanlah kami dalam menghadapi sakaratul maut, mudahkanlah kami dalam menghadapi sakaratul maut.
Seringkali  tak teganya rasanya membuka lapisan demi lapisan  kulit mereka, menarik-narik otot untuk mencari perlekatannya, mengorek-ngorek menemukan pembuluh darah serta syaraf yang letaknya tersembunyi dan lain-lain. “ Ini dulunya juga manusia Nov, sama sepertimu,  maka perlakukanlah dengan baik dan lembut”, ucapku pada diri sendiri.
Perasaan jijik juga sering mendatangi, bersyukur pada Allah yang memberikan rasa lupa pada manusia. Sehingga aku dan teman-teman masih bisa makan walaupun baru saja memegang dan berkutat dengan cadaver menggunakan tangan kosong, setelah cuci tangan tentunya.
Laboratorium anatomi dan seluruh mayat-mayat  didalamnya selalu mengingatkanku akan datangnya kematian yang tak tahu kapan akan menjemputku. Mereka  adalah guru-guruku, guru dunia karena mengajarkan banyak ilmu pengetahuan serta guru akhirat yang menjadi reminder akan kehidupan dunia yang sementara ini.
Mayat-mayat yang tak jelas asal usulnya, tunawisma, preman dengan tato-tato di tubuhnya dan entah siapa itu tak pernah mengharapkan tubuhnya disayat-sayat dan dipotong-potong menjadi media pembelajaran kami. Semasa hidupnya mereka pasti mengharapkan mayatnya kelak diurus sewajarnya. Dimandikan, disholatkan, dikafani, dimakamkan, dan didoakan oleh keluarga. Pantas atau tidak mereka bisa disebut orang-orang yang tidak beruntung.
Salah seorang temanku pernah bertanya “Apa dosa-dosa mereka bisa tergugurkan ya? Secara fisik mereka adalah preman yang tak pernah kita tahu amal ibadahnya, dan dilihat dari niat mereka tak pernah berharap jadi media praktikum.”
“Hanya Allah yang tahu, tugas kitalah selalu berdoa agar dosa-dosa mereka diampuni melalui setiap sentuhan dan perlakuan yang kita berikan pada mereka” ucapku menutup pembicaraan seusai praktikum bebas malam itu.
Ya Allah, siapapun mereka, ampunilah dosa-dosa mereka
Jadikanlah setiap perlakuan yang kami berikan sebagai penggugur dosa mereka
Terimalah setiap amal ibadah mereka semasa hidup dulu
Gantikanlah liang lahat mereka dengan rumah-rumah surga-Mu
Gantilah kain kafan mereka dengan baju-baju kebesaran penghuni surga
Sayangilah mereka
Karena mereka kami mengenal ilmu-ilmu Mu
Karena mereka kami menjadi orang yang bersyukur
Dan karena mereka, kelak kami bisa menolong hamba-hamba Mu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar